Oleh: Pares L.Wenda
Pada tanggal 27 January saya mengunjungi Gramedia
Yogyakarta Jalan Sudirman, saya menuju lantai 3 tempat penjualan buku-buku. Di
depan tangga lantai 3 ada sejumlah buku baru yang ditaru di sana, jadi saya
menelusuri bagian itu, ada cover book yang tidak asing lagi bagi saya, karena
buku baru abang Muridan itu covernya hampir sama dengan bukunya Rosmaida
Sinaga, hasil disertasi yang disulap jadi buku dengan judul Masa Kuasa Belanda
Papua (1898 -1962) kebetulan buku ini sudah saya beli di Jayapura dan sempat
saya bawah sebagai bahan bacaan harian saya di waktu segang sewaktu
menyelesaikan tesis S2 saya di UGM, buku ini juga oleh penulis memberikan
penghargaan kepada Abang Muridan untuk menuliskan kata pengantar, jadi dalam
alam pikiran saya ini mungkin bukunya Sinaga, ternyata bukan, ini buku baru
Abang Muridan judulnya Pemberontakan Nuku Persekutuan Lintas Budaya
Maluku-Papua (1780-1810). Kedua buku ini diterbitkan oleh Komunitas Bambu, ada
banyak buku tentang Papua yang diterbitkan oleh KB (Komunitas Bambu) misalnya
Hebo Papua karangan Amirudin al Rahab (2009),dan lainnya. Saya melihat harga
sekitar Rp.100 ribu lebih,- sehingga saya berniat beli tetapi saya urungkan
niat saya, dalam hati saya katakan “nanti
ada duit aku datang beli satu”.
Setelah mendapat SMS dari sdr.Ngura Suryawan bahwa
Abang Muridan meninggal, rupanya dia juga dapat SMS dari Manokwari. Saya masih
kurang percaya, tetapi pada 6 Maret saya dapat BBM dari Abang Yusman sehingga
saya segera BBM Abang Yusman, Abang memastikan bahwa itu benar. Dalam diding
saya di fb saya menulis “Pares Wenda Aiii, saya dan keluarga secara pribadi turut
berduka sangat mendalam. Rupanya perjumpaan di Hotel Hyatt di Yogjakarta adalah
perjumpaan terakhir, semoga perjuangan menuju dialog damai Papua akan terwujud
di masa depan dan Engkau akan menyaksikan dari seberang sana ketika anak bangsa
Papua dan anak bangsa Indonesia duduk sejajar dalam satu meja perudingan damai,
bukan karena musuh tetapi demi perdamaian abadi yang abang Muridan
Widjojo
Perjuangkan demi masa depan Indonesia dan Papua yang lebih baik dari hari
kemarin, dan hari ini. (7 Maret 2014).
Kebali carita buku
tentang karya Muridan, pada 8 Maret 2014 saya memutuskan untuk membeli buku
karya abang Muridan, untuk melepas kangen dan sebagai ungkapan duka mendalam
saya atas kepergiannya. Saya pergi ke Toko buku Gramedia Yogyakarta, saya
bermaksud mencari buku karangan Abang Muridan, saya cek di tempat yang sama
ketika tanggal 27 January saya lihat, ternyata buku itu sudah laku habis.
Saya pergi ke rak
buku “social dan politik” ternyata buku yang ada hanya karangan Sinaga itupun
hanya ada dua stok mungkin sudah laku habis juga. Saya menelusuri rak buku
“social politik” ternyata buku karya Muridan telah lakuk habis.
Tetapi ada dua
mahasiswa/I kelihatannya mereka pasangan yang sedang berpacaran mereka berdua
berjalan cari buku-buku politik, mereka duduk di tempat buku karangan Sinaga,
mereka tidak mengambil buku Sinaga karena tertutup plastic, tetapi mereka
rupanya temukan buku yang saya cari, lalu mahasiswi itu serius bolak balik
judul buku itu seakan memberitahukan kepada saya bahwa buku yang kau cari itu
ada ini.
Saya dalam hati
berharap sekali perempuan itu tidak membeli buku itu, rupanya buku itu
satu-satunya yang ditinggalkan pembeli karena tidak diplastikan, gramedia
sengaja menyisakan 1 buku seperti itu untuk tujuan agar konsumen bisa melihat
isinya dan kalau-kalau mereka tertarik untuk membelinya. Perempuan itu mungkin
berniat juga tetapi dia tidak ambil karena memang bukunya sudah mulai kotor
akibat banyak tangan menjama buku tersebut, lantas dua anak muda itu pergi
mencari buku yang lain dan saya langsung menuju buku itu dan mengambilnya.
Saya telusuri ke
dalamnya siapa tahu ada yang baru dalam plastic, ternyata sama sekali tidak
ada, lalau mendekati Mas Puji Winarko, karyawan toko buku gramedia kebetulan
dia sedang ada rapihkan buku-buku disekitar itu, saya katakana “mas sing buku ini ono ta” mas Puji
bilang sama saya, mas saya coba carikan ke gudang, ternyata di gudang tidak ada,
dia coba cari di sejumlah blok siapa tahu ada, ternyata sama sekali tidak ada,
mas Puji bilang hanya itu yang tersisa,”. Saya bilang sama mas Puji, mas ini
penulisnya abang saya, dia baru saja meninggal kemarin, ini mungkin buku dia
yang terakhir sehingga saya datang cari untuk membeli buku ini. Saya katakan
lagi kepadanya,”mas mungkin sudah habis, tetapi ini mungkin Abang Muridan bawah
untuk kasih aku saat ini, karena dari rumah memang saya datang untuk mencari
buku ini”. Satu keajaiban, memiliki buku karangan Abang Muridan dengan judul,” Pemberontakan Nuku Persekutuan Lintas Budaya
Maluku-Papua sekitar (1780-1810) pada 8 Maret 2014.
Sepenuhnya dari buku ini, memang belum saya baca
tetapi saya membaca pengantar dan saya mengetahui dua hal dari buku ini. Pertama bahwa buku ini adalah hasil
disertasi doctoral pada Universitas Leiden di Belanda pada 2007 silam. Dan buku
ini sebelum di uji 12 September 2007 pada 11 September 2007 sudah
dipublikasikan melalui media Nasional NRC Handelsblad sebagai berita headline.
Dan pada tahun 2009 buku disertasi Muridan diterbitkan dalam bahasa Inggris
penerbit “Brill” (www.brill.com), penerbit
Belanda yang sudah berumur 3 abad. Secara internasional buku ini dijual seharga
atau setara
dengan Rp.1.131.000,-. Itu artinya buku ini sudah memberikan kontribusi dalam
dunia pengetahuan yang sungguh luar biasa. Kedua,
buku ini dari pengantar yang ditulis oleh Muridan menunjukan bahwa Pangeran
Nuku dari Kesultanan Ternate dan Tidore melakukan perlawanan dengan Belanda,
dan rupanya Pangeran Nuku bekerja sama dengan sekutunya dari beberapa daerah
termasuk dari Papua terutama dari Raja Ampat dan di Fak-Fak dan bekerja sama
dengan Inggris mengalakan pasukan Belanda yang memang kerjasama dengan orang
pribumi yang menjadi kaki tangan Belanda, bahkan untuk melawan pasukan Nuku
tentara-tentara pribumi khususnya dari Batavia juga didatangkan. Tetapi rupanya
Pengeran Nukun bisa memenangkan perang melawan Belanda.
Dari pengantarnya bukunya ini, Muridan memberikan
dorongan kepada sejarawan Indonesia supaya dapat melakukan dokumentasi sejarah
perjalanan Bangsa Indonesia dalam konteks Indonesia. Tetapi jugi dia memuji
beberapa Kabupaten di Maluku khususnya
Kab.Halmahera Tengah dan Papua Barat di Kab. Kaimana sudah mulai membuat
buku sejarah daerah mereka masing-masing khususnya dalam mengangkat identitas
masyarakat adat setempat dalam kekayaan membangun bangsa. Muridan sebagai
Peneliti Papua dan Maluku saya kira proyek-proyek tersebut adalah atas prakarsanya,
tetapi juga edisi bahasa Indonesia dari buku ini diakuinya bahwa dorongan penerbitan dalam bahasa Indonesia
atas dukungan Pemda Maluku Utara, Peneribt:Komunitas Bambu dan tentu saja penerjamah.
Tentu buku ini memberi inspirasi bagi kami yang kutu
buku, tetapi juga demi pembangunan bangsa dan Negara terutama memberikan
sipirit penulis-penulis muda Papua untuk melirik daerah masing-masing untuk
menulis. Pesan Muridan jelas, yaitu membangun identitas dan perdaban baru dalam
dunia tulis menulis sebagai warisan kepada anak cucu, tentu juga berpesan
kepada kita agar kita membudayakan menulis sehingga seketika kita tiada, ada
sesuatu yang kita tinggalkan, melalui tulisan seperti yang telah dikaryakan
untuk masa depan Papua dan Maluku. Mungkin kita membutuhkan seorang antropolok
seperti ini dalam 20 sampai 30 tahun yang akan datang lagi.
Selamat jalan Abang, selain buku ini, karya abang
untuk Papua menuju Papua Damai melalui jaringan damai Papua, semua yang
mengenal engkau merasa kehilangan, tetapi mungkin saya ingin meminjam
pernyataan Barnabas Suebu kalau semua yang ada padamu hilang, masih ada tersisa
yaitu masa depan”, masa depan bersama sesautu yang abang tinggalkan seperti
buku yang dibahasa disini, Papua Road Map dan sejumlah buku lainnya akan mengutip
setiap orang ketika membahas masalah Papua. Empat masalah yang menjadi akar
soal Papua engkau sudah letakannya itulah pijakan untuk memulai penyelesaian
masalah Papua.
Mungkin kami merasa pincang, atau tangan kami merasa
terputus antara Jakarta dan Papua dalam mendorong gagasan dialog Jakarta-Papua,
tetapi spirit dan semangat sampai titik denyut penghabisan, itu akan selalu
menjadi kekuatan baru dalam upaya membangun Papua Baru. Diakhir tulisan ini,
ingin saya letakan kalimat dari dinding facebook saya: “semoga perjuangan
menuju dialog damai Papua akan terwujud di masa depan dan Engkau akan
menyaksikan dari seberang sana ketika anak bangsa Papua dan anak bangsa
Indonesia duduk sejajar dalam satu meja perudingan damai, bukan karena musuh
tetapi demi perdamaian abadi yang abang Muridan Widjojo Perjuangkan demi
masa depan Indonesia dan Papua yang lebih baik dari hari kemarin, dan hari
ini.” (Penulis adalah anggota JDP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar