Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Mahkamah Konstitusi bersama-sama mengawal pemilu 2014 yang berpotensi munculnya konflik pascapemilu.
Hal itu disampaikan oleh ketua Komnas HAM beserta jajaran komisionernya saat berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang diterima oleh ketua MK Hamdan Zoelva dan hakim MK Patrialis Akbar, Selasa (11/2).
“Menjadi kekhawatiran komnas HAM adalah terkait apa yang terjadi di Papua dan di Bali, bahwa hak sipil dan politik yang bersifat individual terancam , dimana azas pemilu yang Luber dan Jurdi tidak terlaksana, proses pemilihan tidak bisa diwakilkan,”kata ketua Komnas HAM Siti Noor Laila saat menyampaikan kepada ketua MK Hamdan Zoelva dan hakim MK Patrialis Akbar.
Komnas HAM melalui Siti meminta MK agar dapat mendorong dan memberi pegertian kepada masyarakat bahwa pemilihan tidak bisa diwakilkan. “Meminta MK agar menyampaikan kepada publik bahwa pemilu 2014 ini tidak dapat diwakilkan seperti yang terjadi di Pilkada Papua dan di Bali dimana pemilihan dapat diwakilkan oleh ketua masyarakat setempat,”terang Siti.
Komnas HAM mempertanyakan sistem pemilihan yang dapat diwakilkan dan dilegalkan oleh MK. “Kami mengkhawatirkan hal tersebut bisa terulang di pemilu legislatif dan pemilu presiden mendatang,”kata Siti.
Menurutnya sistem tersebut diperbolehkan oleh MK dalam putusannya dalam gugatan pilkada di Bali dan di Papua. “Sistem noken atau pemilihan diwakilkan di Papua dan Bali, telah menjadi bahan diskusi Komnas HAM, memilih dalam Pemilu merupakan hak sipil dan politik yang bersifat individual dan tidak bisa dimandatkan pada siapapun mengingat asas Pemilu yang telah diatur dalam undang-undang,”tandasnya. Untuk itu Komnas HAM meminta MK agar menjelaskan kepada masyarakat soal pemilu 2014 yang tidak menggunakan sistem tersebut.
Dalam menanggapi hal tersebut , ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan yang ditemukan di Bali dan Papua merupakan kasuistis dan tidak melahirkan norma yang bersifat hukum. “Prinsip dasar pemilihan itu tidak boleh diwakilkan. Putusan peradilan yang ditemukan di MK berdasarkan kasuistis. Pilkada dengan sistem tersebut di Papua tidak semuanya terjadi di seluruh daerah Papua, hanya di daerah pegunungan saja. Ada banayak faktor yang kita temukan di sini, jarakmya yang bertebaran dimana-mana. Jadi initinya sistem itu tidak berlaku umum dan kasuistis.
Ini kasus spesifik,”kata Hamdan.
Sementara menurut hakim MK lainnya yang bertemu dengan komisioner Komnas HAM, Patrialis Akbar mengatakan banyak kasus gugatan Pilkada yang masuk ke MK, ditemukan money politic, pengerahan masa, tindak kekerasan dan dimenangkan oleh putusan MK, tapi bukan berarti MK membenarkan tindakan tersebut.
“Menjadi kekhawatiran komnas HAM adalah terkait apa yang terjadi di Papua dan di Bali, bahwa hak sipil dan politik yang bersifat individual terancam , dimana azas pemilu yang Luber dan Jurdi tidak terlaksana, proses pemilihan tidak bisa diwakilkan,”kata ketua Komnas HAM Siti Noor Laila saat menyampaikan kepada ketua MK Hamdan Zoelva dan hakim MK Patrialis Akbar.
Komnas HAM melalui Siti meminta MK agar dapat mendorong dan memberi pegertian kepada masyarakat bahwa pemilihan tidak bisa diwakilkan. “Meminta MK agar menyampaikan kepada publik bahwa pemilu 2014 ini tidak dapat diwakilkan seperti yang terjadi di Pilkada Papua dan di Bali dimana pemilihan dapat diwakilkan oleh ketua masyarakat setempat,”terang Siti.
Komnas HAM mempertanyakan sistem pemilihan yang dapat diwakilkan dan dilegalkan oleh MK. “Kami mengkhawatirkan hal tersebut bisa terulang di pemilu legislatif dan pemilu presiden mendatang,”kata Siti.
Menurutnya sistem tersebut diperbolehkan oleh MK dalam putusannya dalam gugatan pilkada di Bali dan di Papua. “Sistem noken atau pemilihan diwakilkan di Papua dan Bali, telah menjadi bahan diskusi Komnas HAM, memilih dalam Pemilu merupakan hak sipil dan politik yang bersifat individual dan tidak bisa dimandatkan pada siapapun mengingat asas Pemilu yang telah diatur dalam undang-undang,”tandasnya. Untuk itu Komnas HAM meminta MK agar menjelaskan kepada masyarakat soal pemilu 2014 yang tidak menggunakan sistem tersebut.
Dalam menanggapi hal tersebut , ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan yang ditemukan di Bali dan Papua merupakan kasuistis dan tidak melahirkan norma yang bersifat hukum. “Prinsip dasar pemilihan itu tidak boleh diwakilkan. Putusan peradilan yang ditemukan di MK berdasarkan kasuistis. Pilkada dengan sistem tersebut di Papua tidak semuanya terjadi di seluruh daerah Papua, hanya di daerah pegunungan saja. Ada banayak faktor yang kita temukan di sini, jarakmya yang bertebaran dimana-mana. Jadi initinya sistem itu tidak berlaku umum dan kasuistis.
Ini kasus spesifik,”kata Hamdan.
Sementara menurut hakim MK lainnya yang bertemu dengan komisioner Komnas HAM, Patrialis Akbar mengatakan banyak kasus gugatan Pilkada yang masuk ke MK, ditemukan money politic, pengerahan masa, tindak kekerasan dan dimenangkan oleh putusan MK, tapi bukan berarti MK membenarkan tindakan tersebut.
“Dalam pilkada, terbukti di persidangan ada money politic, kekerasan, dan pengerahan massa. Tapi bukan kita membenarkan tindakan tersebut. Tetapi tindakan itu apakah mempengaruhi perolehan suara ataU tidak mempengaruhi perolehan suara,”tukas Patrialis. (Adhi M Daryono)
Editor: Edwin Tirani
Sumber: http://m.metrotvnews.com/read/news/2014/02/11/215096/-Komnas-HAM-Minta-MK-Tolak-Sistem-Pemilihan-Perwakilan#.UvphtD8s2_Q.facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar